Manusia itu unik. Tak pernah merasa puas dengan apa yang dimilikinya. Selalu ingin lebih. Hal ini juga berlaku pada manusia-manusia yang beriman. Sekalipun darah menggenang, air mata menganak sungai, rumah beratap langit dan beralas bumi, tak pernah sedikitpun bergeser dari langkahnya untuk terus mencari ridho-Nya.
Merekelah sang pejuang Islam. Dakwahnya sebagai laku utama, sebagai nafas, sebagai nadi. Tak henti bergerak dan tak henti berkarya. Itulah mereka. Mereka yang memiliki proyek peradaban raksasa. Proyek yanng bertujuan merekonstruksi pemikiran dan kepribadian agar seorang muslim kembali pada fitrahnya, fitrah menjadi hamba Allah dan khalifah. Proyek raksasa ini bertujuan untuk menciptakan taman kehidupan dimana bunga-bunganya bersemikan kebenaran dan kebaikan. Dan taman-taman inilah, yang akan menjadi saksi bagi sejarah.
Lalu, bagaimana cara kita untuk menyelesaikan proyek ini?
Ust. Anis Matta dalam buku Menikmati Demokrasi menyebutkan ada 4 tahapan yang harus dilalui.
Pertama, membangun sebuah organisasi yang kuat dan solid sebagai kekuatan utama yang mengoperasikan dakwah. Tahapan ini kita sebut mihwar tanzhimi. Organisasi ini akan menjadi tulang punggung dakwah dan harus diisi oleh orang-orang yang juga kuat dan tangguh dalam semua aspek kepribadian. Mereka adalah orang-orang terpilih dan orang-orang terbaik. Karenanya, pembinaan menjadi mutlak. Karena inilah mesin-mesin pencetak generasi-generasi pemimpin umat.
Kedua, membangun basis sosial yang luas dan merata sebagai kekuatan pendukung dakwah. Ini disebut mihwar sya’bi. Basis ini berorientasi kuantitas, karena digunakan untuk membentuk opini publik.
Ketiga, membangun berbagai institusi untuk mewadahi pekerjaan-pekerjaan dakwah di seluruh sektor kehidupan dan di seluruh segmen masyarakat. Basis ini bertujuan untuk memberikan legalitas politik terhadap opini publik itu.
Keempat, dakwah ini harus sampai pada institusi negara. Institusi negara dibutuhkan untuk merealisasikan secara legal dan kuat seluruh kehendak Allah SWT. Ini adalah mihwar daulah. Negara bukan tujuan, tapi sarana. Kebenaran harus punya negara, karena kebatilah pun punya negara.
Wallahu'alam