Malam ini, bada membaca jurnal-jurnal yang mulai memusingkan kepala itu, saya mencoba untuk flash back kepada kehidupan kecil saya J

15 tahun yang lalu.
Seorang anak kecil berbadan kurus melangkahkan kakinya dengan mantap ke sebuah sekolah yang tak jauh dari rumahnya. Tangan mungilnya menggenggam erat jari-jari halus sang ibu. Sambil menatap ibunya dengan mantap, ia bergegas berangkat.
Hari itu, hari pertama masuk sekolah. Saya sudah terbiasa dengan lingkungan sekolah itu, terbiasa dengan pelajaran-pelajaran sekolah dasar, karena Ibu memang sudah mengajarkan di rumah.
Yeah, ibu memang galak. Tegas tepatnya. Keras dalam mendidik anak-anaknya. Saat anak-anak lain belum bisa mengeja, aku sudah bisa membaca koran. Saat anak-anak lain masih gagap menghitung, aku sudah bisa menghitung di luar kepala. Itu karena ibu. Thanks Mom.
Gadis kecil berbadan mungil itu sangat bersemangat menyambut hari pertamanya di sekolah. Membawa alat tulis dan buku tulis lengkap dalam tas nya yang amat besar. Hehe. Membawa tas besar memang kebiasaanku dari kecil, sampai sekarang.
Sesampainya di kelas, Ibu guru belum menentukan dimana saya harus duduk. Jadi, saya memutuskan untuk duduk di sebelah gadis pirang berambut kriting keturunan Ambon. Well, saya adalah seorang anak yang ramah, mungkin. Saya mengajak anak kecil itu berkenalan. Jujur saja, lupa namanya siapa. Hehe.
Tiba-tiba, saat ibu guru sedang menjelaskan mekanisme pengajaran di kelas (bahasa anak kecil kaga gini2 amat kali ya), teman sebelah saya mulai iseng. Dia mengotori rok yang saya gunakan dengan sampah-sampah yang dia tempelkan dengan sepatunya. Well, awal-awal, saya masih diam saja. Bahkan sempat tertawa-tawa, karena saya pikir dia memang hanya bercanda. Namun, beberapa menit kemudian, anak kecil ini melakukan hal yang sama, bahkan tangannya mulai jahil mencubit tangan saya. Melihat hal itu, saya sempat menoleh ke arah ibu yang yang mengawasi dari jendela kelas. Dan ibu memberikan tanda untuk menegur anak itu. Saya masih tetap diam. Memasang wajah super baik dan super polos, berharap kawan baru saya ini akan menghentikan perbuatannya. Tapi, lama kelamaan, teman baru saya ini makin ‘ngelunjak’. Dan malah mendzalimi saya lebih parah.
Well, jujur, saya bukan tipe orang yang suka cari ribut, tapi kalo ada yang mau ribut saya ladenin.  Saya yang sudah merasa terdzalimi, bukan menangis atau mengadukan pada guru, tapi memutuskan untuk berdiri dan memberikan ‘sedikit pelajaran’ pada anak ini. Saya tidak melakukan banyak. Saya hanya menjambak rambutnya sedikit dan mendorongnya hingga jatuh, terus nangis deh :D
Setelah itu, tanpa rasa bersalah, saya kembali duduk. Dan guru baru saya tercengang saat melihat kawan saya menangis begitu keras. Saat itu saya berpikir, “ Ih, digituin aja nangis. Cengeng banget sih”.
Dan, alhasil, hari pertama sekolah, Ibu dipanggil karena ulah saya yang ‘preman’ itu. Dan, apa jawaban ibu, “itu baru anak ibu”
Hahahhaaha. Itu hanya segelintir kisah kenakalan saya di masa-masa kecil. Nantikan cerita ekstrim selanjutnya :D