betapa bahagianya aku
saat melihat wajah baru itu dalam llingkaran kecil ini,
dimana kami bertasbih menyebut nama-Nya,
berjuang dengan tangan saling berpegangan,
saling menguatkan,
saling mengokohkan.

betapa bahagianya aku,
ia yang dulu menyebut jilbab itu kuno, kini menutup auratnya dengan sempurna,
bahkan lebih sempurna dari diriku,

betapa bahagianya aku,
saat ia yang dahulu sering bertanya padaku,
sekarang melebihi diriku,
bagaimana ia dengan lugas menyampaikan hikmah demi hikmah dalam tiap ayat-ayat-Nya

betapa bahagianya aku,
saat melihatnya berjuang membuat program-program umat bersamaku,
turun ke jalan menyampaikan kalimat-kalimat kebenaran

betapa bahagianya aku,
menjadi salah satu perantara yang membuatnya tershibghah oleh warna Allah..

aku berkata,
"ukhti, aku mencintaimu karena Allah"
dan, ia pun tersenyum
"aku juga"

waktu terus berputar,
amanah demi amanah kau jalani,
lepas satu amanah, muncul amanah baru

aku semakin mengagumi, ukhti.
ke tawazunanmu,
antara ruhiyah, fikriyah, dan jasadiyah sungguh luar biasa..

namun,
suatu hari kudapati,

bahwa dirimu terjebak dalam satu masalah serius..
yang tak ku sangka kau akan melakukannya..

aku KECEWA.
sangat kecewa.

akhwat yang selama ini sangat kukagumi,
ternyata,
mampu melakukan itu.

aku pun mulai ilfil padamu.
rasanya sulit untuk memaafkanmu,
dan, aku lebih memilih membicarakanmu dengan saudara-saudaraku yang lain.
aku lebih memilih, untuk mengambil semua amanahmu, agar kau tak menodai dakwah ini.
toh, engkau bukan akhwat yang dulu kukagumi.

aku enggan bertabayun padamu.
untuk apa?
aku telah melihat dengan mata kepalaku sendiri.

aku juga enggan menasihatimu
rasanya orang sekalibermu harusnya sudah memahami hal itu.
aku memilih untuk diam.
dan, membiarkan engkau, berbuat semaumu.

ketika, saudaraku yang lain bertanya,
kukutakan saja semua aib2mu.
supaya engkau rasakan.
bagaimana pahitnya hal itu.
seharusnya engkau tau
bahwa engkau harus menjadi teladan bagi sekelilingmu

tapi, kau malah mencoreng jalan suci ini.

semakin hari, kau pun semakin jauh.
tak lagi ada tausyiah untukmu.
tak lagi ada tegur sapa untukmu

aku sempat dengar,
bahwa kau telah mengakui kesalahanmu,

ah, aku tak percaya.
pasti kau akan melakukan lagi

kudiamkan saja dirimu,
hingga akhirnya,
aku mendapat kabar,

bahwa engkau,
telah memutuskan

"UNTUK KELUAR DARI BARISAN DAKWAH INI"









"Sebuah kontemplasi ringan.Ini kisah nyata, tanpa rekayasa, saya dengar dari orangnya sendiri. Pernahkah kita berpikir?Bahwa jangan2 kitalah yang berperan sebagai AKU. AKU yang mudah memberikan justifikasi. AKU yang dengan mudah meninggalkan saudaranya. AKU yang ternyata, kalo saya pikit, lebih buruk dari tokoh KAMU. AKU yang kecewa atas sikap seorang akhwat yang berkaliber tinggi.
Adakah orang selain Rasulullah SAW yang tak pernah salah di muka bumi ini?
Adakah orang yang selalu berperilaku baik, tanpa buruk sedikitpun?
Adakah AKU disini, tidak pernah khilaf?
Lalu, pantaskah kita, yang sama2 manusia, hanya karena sebuah sistem, yang mengharuskan prosedur A-Z mengorbankan perasaan saudara kita?
Bukankah Islam itu indah?


Jangan selalu berdalih, "jamaah ini bukan jamaah malaikat"
Sehingga kita bisa seenaknya menyakiti orang lain.
Jangan selalu berdalih,"jamaah ini bukan jamaah malaikat"
Sehingga kita bisa seenaknya memberikan justifikasi kepada orang lain.


Kalo kita sudah seperti AKU?
Mana ukhuwah yang selalu kita gembor2kan dalam sms2 tausiyah kita?
Kalo kita sudah seperti AKU?
Masih layakkah kita mengaku sebagai orang yang berjuang di jalan Allah?
Ironis.
Tapii, itu ada di sekitar kita.


PIKIRKAN!
Jika kita tidak bisa menjaga saudara seiman dan seperjuangan ini dengan baik hari ini.
Bagaimana bisa kita menggenggam dunia dengan Islam?
PIKIRKAN!
Jika kita begitu mudahnya memusuhi saudara kita hari ini hanya karena kesalahan kecil,
Maka, bisa jadi kita adalah orang2 yang berebut harta dan kekuasaan di hari esok
PIKIRKAN!
Kehilangan satu orang yang memahami medan dakwah,
jauh lebih merugikan ketimbang memiliki seribu kader-kader instan!

Naudzubillah,
Jangan sampai kita menjadi tokoh AKU.
yang saya pikir, lebih munafik daripada tokoh KAMU.

Comments (0)